Berita

Pospera Pasuruan Nilai Penanganan Covid-19, “Cenderung Amburadul?”

Diterbitkan

-

Pospera Pasuruan Nilai Penanganan Covid-19, Cenderung Amburadul

Memontum Pasuruan – Masalah Ayu Novelis korban Covid-19 disesalkan Indra Wibisono ketua DPC Pospera Kota Pasuruan. Menurutnya, dengan anggaran sebesar Rp 57 miliar mestinya hal itu tidak terjadi pada Ayu dan keluarganya.

“Saya prihatin, apalagi Ayu tetangga dekat saya. Ditetapkan positif tanpa tahu hasil labnya. Diisolasi mandiri tanpa kompensasi selama 14 hari dikarantina. Selama itu dia tidak bisa bekerja. Padahal dia tulang punggung keluarga. Otomatis tidak punya penghasilan, “kata Indra Selasa (30/06/2020) siang.

Lebih lanjut Indra mengungkapkan, menurut Surat Edaran Mendagri nomor 440/2622/SJ tahun 2020 Tentang Pembentukan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah.

Dalam Protokol Penggunaan Belanja Tak Terduga huruf E. 1.b menjelaskan, dalam penyediaan pangan, perlu diperhatikan makanan khusus bayi, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia.

Di huruf F.3, pengadaan sandang berupa pakaian umum dewasa dan anak. Perlengkapan sandang bayi, keperluan tidur dan perlengkapan khusus wanita dewasa.

Advertisement

“Di sini sudah jelas dan tidak perlu ditafsirkan lagi, penyediaan pangan bagi orang yang diisolasi termasuk makanan khusus bayi, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia. Penyediaan pakaian pun juga begitu, pakaian umum untuk dewasa dan anak, sandang bayi dan perlengkapan khusus wanita dewasa. Tapi itu semua tidak pernah diterima Ayu sekeluarga, “tegas Indra.

Lanjut Indra, Pospera meminta kelanjutan penanganan pasca isolasi termasuk rehabilitasi. Sebab, mereka kesulitan di kehidupan normal apalagi tidak ada pengumuman sembuh dari tim gugus tugas Covid-19.

“Pospera meminta tim gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 Kota Pasuruan merehabilitasi eks korban covid-19 dan harus ada ganti rugi. Prosedur penanganan Covid-19 harus transparan dan jangan dipakai mengunduh dana saja, ” pungkas Indra.

Komentar tajam juga datang dari Musa Abidin komponen Formasi. Menurutnya, tim gugus tugas tidak melaksanakan prosedur yang jelas. Metode penanganan terduga Covid-19, baik dari sisi medis, dampak ekonomi dan sosialnya tidak jelas.

Juga tidak memberikan pernyataan yang jelas terkait penanganan kesehatan orang yang positif corona. Setiap tahapan penanganan kesehatan terduga Covid sama sekali tidak diberi dokumen yang jelas.

Advertisement

“Seperti hasil swab Ayu dan Ayahnya yang dinyatakan positif. Tidak ada dokumen hasil swabnya yang ditunjukan padanya. Dan juga waktu pengambilan swabnya, dilakukan 2 X dengan jedah hanya sehari. Seharusnya ada jedah waktu, karena uji swabnya yang ketiga adalah hasil evaluasi perkembangan kesehatan akhir pasien, seharusnya jedah 7 hari, “paparnya.

Kemudian tidak adanya pernyataan secara resmi yang di umumkan di media masa terkait hak terduga covid untuk berinteraksi dengan masyarakat baik sisi ekonomi maupun sosial. Karena dampaknya secara psikologis, ekonomi dan sosial.

“Yang kami sesalkan lagi, kenapa penanganan kesehatan selama masa karantina hanya lewat WhatsApp (WA) dan sama sekali tidak ada langkah evaluasi terkait kondisi pasien. Kondisi pasien hanya dimonitor dari media sosial WA. Bahkan suhu tubuh dipantau melalui WA. Kondisi ini sangat bahaya karena kondisi real tidak terpantau, ” tutup Musa. (bw/rif/tim)

 

Advertisement
Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas